Setiap orang yang hidupnya bergantung kepada gaji adalah seorang
buruh; sekalipun pangkatnya direktur utama. Mengapa para direktur tidak
ikut-ikutan demonstrasi untuk memperingati tanggal 1 Mei sebagai hari
buruh? Karena, orang yang karirnya bagus tidak lagi disebut buruh.
Sedangkan mereka yang karirnya buruk, biasanya memang disebut sebagai
buruh. Jika Anda seorang karyawan; maka pastikanlah bahwa Anda memang
layak untuk tidak menyandang gelar sebagai buruh. Bagaimana caranya?
Sederhana saja; bangunlah karir Anda sampai ke titik dimana Anda
layak dihormati dan dihargai tinggi. Agar bisa membangun karir dengan
baik, maka Anda harus membuang jauh-jauh mental ‘b-u-r-u-h’. Mengapa
demikian? Karena mental b-u-r-u-h itu menyimpan 5 faktor penghambat
karir yang sangat mematikan. Apa sajakah kelima faktor itu? Berikut ini
uraiannya.
1. B=Bersembunyi dibalik topeng ‘nasib’. Baik atau buruknya karir
seseorang sama sekali tidak ada hubungannya dengan nasib. Perhatikan
para pekerja gagal. Mereka menganggap bahwa mandeknya karir dan bayaran
mereka sudah menjadi nasib sehingga tidak terdorong untuk menggeliat
bangkit dari posisi rendahnya. Walhasil, dari tahun ke tahun tidak ada
perbaikan jabatan dan pendapatan signifikan yang mereka dapatkan.
Jadilah karyawan yang berani berjuang untuk memperbaiki karir sendiri
karena nasib selalu mengikuti ikhtiar yang Anda lakukan.
2. U=Ulet hanya ketika diawasi oleh atasan. Sudah bukan rahasia lagi
jika banyak sekali karyawan yang ulet, gigih, dan giat hanya ketika ada
atasannya saja. Tapi saat atasannya tidak ada; mereka berleha-leha atau
mengerjakan sesuatu yang tidak produktif pada jam kerja. Para pegawai
berdasi pun banyak yang memiliki perilaku seperti ini. Padahal, sikap
seperti ini jelas sekali menunjukkan jika mereka tidak layak untuk
mendapatkan tanggungjawab yang lebih besar. Jadilah karyawan yang bisa
diandalkan, baik ada atau tidaknya atasan; karena kualitas seseorang
dinilai dari tanggungjawab pribadinya ketika dia sedang sendirian.
3. R=Rendah diri. Kita sering keliru menempatkan kerendahan hati
dengan sifat rendah diri. Ketika berhadapan dengan senior atau orang
yang pendidikannya lebih tinggi, kita merasa kecil sekali. Padahal
sebagian besar manager atau direktur pada mulanya adalah orang-orang
yang menduduki posisi rendah seperti kebanyakan karyawan lainnya. Sifat
rendah diri mengungkung orang dalam kotak inferioritas sehingga
kapasitas dirinya tidak terdaya gunakan. Jadilah karyawan yang rendah
hati, karena mereka yang rendah hati memiliki kualitas diri yang tinggi,
namun tetap bersikap arif, positif dan konstruktif.
4. U=Unjuk rasa melampaui unjuk prestasi. Unjuk rasa tidak selalu
harus turun ke jalan. Protes soal kenaikan gaji adalah contoh nyata
unjuk rasa yang sering terjadi di kantor-kantor. Menggunjingkan atasan
dan managemen di kantin atau toilet juga merupakan bentuk unjuk rasa
yang tidak sehat. Perhatikan para karyawan yang tidak puas dengan
kebijakan perusahaan. Mereka berkasak-kusuk sambil mengkorupsi jam
kerja. Padahal, itu semakin menunjukkan kualitas buruk mereka. Jadilah
karyawan yang rajin unjuk prestasi, karena prestasi membuka peluang
untuk mendapatkan kesempatan dan pendapatan yang lebih besar.
5. H=Hitung-hitungan soal pekerjaan dan imbalan. Banyak sekali
karyawan potensial yang akhirnya gagal membangun karirnya hanya karena
merasa tidak dibayar dengan pantas. “Kalau gua digaji cuma segini,
ngapain mesti kerja keras?’ begitu katanya. Padahal, sikap seperti itu
tidak merugikan perusahaan lebih dari kerugian yang dialami oleh orang
itu sendiri. Mereka membuang peluang untuk mengkonversi potensi dirinya
menjadi karir yang cemerlang. Jadilah karyawan yang berfokus kepada
kontribusi yang tinggi, karena bayaran atau imbalan akan mengikutinya
kemudian.
Jika Anda mampu membuang mental ‘b-u-r-u-h’ yang sudah saya jelaskan
diatas, maka Anda tidak akan menjadi buruh rendahan. Sebaliknya, Anda
akan menjadi karyawan yang ketika pensiun nanti; memiliki sesuatu yang
layak untuk dibanggakan.
Artikel oleh : Dadang Kadarusman
Monday, 28 May 2012
KEHILANGAN KOIN TUA (Haryanto Kandani)
Dalam kehidupan ini ada beragam cara seseorang menyikapi kehilangan.
Dari mulai marah-marah, menangis, protes pada takdir, hingga bunuh diri.
Masih ingatkah Anda pada tokoh-tokoh ternama, yang tega membunuh diri
sendiri hanya karena sukses mereka terancam pudar? Barangkali kisah yang
di adaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns berikut ini, dapat
memberikan inspirasi.
Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok dan tua,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok dan tua yang kutemukan tadi pagi”.
Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk orang yang bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa sukses hanyalah TITIPAN TUHAN. Benar kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup. Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
dikutip dari : http://motivatorindonesia.com/artikel/artikel-motivasi/kehilangan-koin-tua-haryanto-kandani.html
Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok dan tua,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok dan tua yang kutemukan tadi pagi”.
Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk orang yang bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa sukses hanyalah TITIPAN TUHAN. Benar kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup. Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
dikutip dari : http://motivatorindonesia.com/artikel/artikel-motivasi/kehilangan-koin-tua-haryanto-kandani.html
6 KAPASITAS KREATIF
Peradaban manusia melalui jaman agraris, industri, informasi dan kini
jaman kreatif. Kita dituntut menguasai kemampuan unik di setiap jaman
agar bisa bersaing. Apa kemampuan agar kita bisa bersaing di jaman
kreatif?
Generasi kakek kita mengidamkan bekerja di sebuah gedung mulai dari pertama kerja hingga pensiun. Generasi ayah kita mengidamkan pekerjaan tetap yang rutin bekerja dari jam 8 hingga jam 17. Tapi generasi saat ini berharap pekerjaan yang fleksibel, tidak monoton dan bisa mengekspresikan potensi diri.
Kita hidup dalam jaman yang terus bergerak dan mengalami perubahan. Jaman kakek kita bukan jaman ayah kita dan bukan jaman kita. Jaman kakek nenek kita hanya negara yang mampu mengglobal dalam bentuk penjajahan (Globalisasi 1.0). Jaman ayah kita hanya perusahaan besar yang mampu mengglobal dalam bentuk ekspansi pasar (Globalisasi 2.0).
Dalam era industri dan informasi, dunia kerja itu rutin, sistematis dan efisien. Kemampuan otak kiri sangat dibutuhkan untuk itu. Pekerjaan mencari siapa yang bisa mengerjakan lebih cepat dan lebih murah. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan organisasi kerja kita didesain untuk memenuhi kebutuhan kedua jaman tersebut.
Jaman kita? Setiap orang bisa mengglobal berkat internet dan media sosial. Setiap orang bisa berkreasi dan mengekspresikannya secara luas. Inilah jaman kreatif. Inilah Globalisasi 3.0. Setiap jaman tersebut membutuhkan kapasitas yang berbeda untuk sukses.
Tapi di jaman kreatif atau era konseptual, menurut, Daniel H. Pink dalam bukunya A Whole New Mind, dibutuhkan 6 kapasitas baru agar kita bisa bersaing. Enam kapasitas itu adalah sinergi antara otak kiri dan otak kanan yang melahirkan high concept – high touch. Enam kapasitas yang menuntut kita mengimajinasikan ulang sistem pendidikan, karir dan organisasi kerja kita.
Daniel H. Pink, menuliskan buku A Whole New Mind, sebenarnya sebagai sebuah peringatan bagi bangsa Amerika Serikat agar tidak tertinggal oleh bangsa-bangsa Asia. Nah, karena kita bisa baca buku itu, memgapa tidak kita belajar untuk menguasai 6 kapasitas itu sehingga bisa bersaing di jaman kreatif?
Sekarang, apa saja 6 kapasitas kreatif itu?
1. Bukan hanya fungsi tetapi juga DESAIN.
Dalam membuat produk, jasa dan layanan tidak semata berpikir tentang fungsional. Bukan lagi sekedar membuat sebuah alat yang bisa digunakan untuk mendengarkan berita dan musik bernama radio. Tapi lebih dari itu, kita perlu mendesain radio yang indah, unik dan menyentuh emosi, seperti Radio Magno. Kita perlu kapasitas untuk berpikir desain.
2. Bukan hanya argumen tetapi juga CERITA.
Jaman kita telah dibanjiri oleh berbagai informasi dan data. Tidak cukup lagi meyakinkan orang dengan menggunakan argumen. Kesadaran akan diri dan menciptakan cerita jauh lebih efektif dalam menyentuh emosi orang lain.
3. Bukan hanya fokus tetapi juga SIMPONI.
Jaman industri dan informasi menuntut kita untuk fokus dan spesialisasi pada suatu bidang. Fokus tidak cukup lagi, kita dituntut mampu memandang gambaran besar dan mensintesakan berbagai sumber daya yang ada. Tidak cukup ahli di bidang fashion, tapi juga kemampuan mensinergikan dengan potensi lokal untuk menciptakan Jember Fashion Carnival.
4. Bukan hanya logis tetapi juga EMPATI.
Dalam era setiap orang tehubungan dengan orang lain, tidak cukup logika yang melandasi hubungan tersebut. Kita dituntut mengasah empati kita untuk memahami emosi orang lain. Kemampuan untuk mendengarkan, menghargai dan merasakan apa yang dirasakan orang lain.
5. Bukan hanya keseriusan tetapi juga BERMAIN.
Jaman industri dan informasi telah menuntut kita untuk bekerja serius dari pagi sampai malam. Keseriusan melahirkan efisiensi. Tapi jaman kreatif membutuhkan ide segar dari kita yang lahir justru ketika kita dalam keadaan bermain yang santai, relaks, dan penuh humor. Perhatikan saja kantor Google yang justru menyediakan banyak arena bermain.
6. Bukan hanya akumulasi tetapi juga MAKNA.
Jaman industri dan informasi membuat orang berlomba-lomba mengakumulasikan hasil kerja atau kekayaan. Ketika kekayaan didapat, seringkali justru perasaan kosong yang lahir. Pada jaman kreatif, orang-orang akan mengimbangi dengan upaya mengejar hasrat agar lebih berarti seperti gerakan sosial yang lahirkan makna hidup dan gerakan spiritualitas.
Sumber: Profec
Generasi kakek kita mengidamkan bekerja di sebuah gedung mulai dari pertama kerja hingga pensiun. Generasi ayah kita mengidamkan pekerjaan tetap yang rutin bekerja dari jam 8 hingga jam 17. Tapi generasi saat ini berharap pekerjaan yang fleksibel, tidak monoton dan bisa mengekspresikan potensi diri.
Kita hidup dalam jaman yang terus bergerak dan mengalami perubahan. Jaman kakek kita bukan jaman ayah kita dan bukan jaman kita. Jaman kakek nenek kita hanya negara yang mampu mengglobal dalam bentuk penjajahan (Globalisasi 1.0). Jaman ayah kita hanya perusahaan besar yang mampu mengglobal dalam bentuk ekspansi pasar (Globalisasi 2.0).
Dalam era industri dan informasi, dunia kerja itu rutin, sistematis dan efisien. Kemampuan otak kiri sangat dibutuhkan untuk itu. Pekerjaan mencari siapa yang bisa mengerjakan lebih cepat dan lebih murah. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan organisasi kerja kita didesain untuk memenuhi kebutuhan kedua jaman tersebut.
Jaman kita? Setiap orang bisa mengglobal berkat internet dan media sosial. Setiap orang bisa berkreasi dan mengekspresikannya secara luas. Inilah jaman kreatif. Inilah Globalisasi 3.0. Setiap jaman tersebut membutuhkan kapasitas yang berbeda untuk sukses.
Tapi di jaman kreatif atau era konseptual, menurut, Daniel H. Pink dalam bukunya A Whole New Mind, dibutuhkan 6 kapasitas baru agar kita bisa bersaing. Enam kapasitas itu adalah sinergi antara otak kiri dan otak kanan yang melahirkan high concept – high touch. Enam kapasitas yang menuntut kita mengimajinasikan ulang sistem pendidikan, karir dan organisasi kerja kita.
Daniel H. Pink, menuliskan buku A Whole New Mind, sebenarnya sebagai sebuah peringatan bagi bangsa Amerika Serikat agar tidak tertinggal oleh bangsa-bangsa Asia. Nah, karena kita bisa baca buku itu, memgapa tidak kita belajar untuk menguasai 6 kapasitas itu sehingga bisa bersaing di jaman kreatif?
Sekarang, apa saja 6 kapasitas kreatif itu?
1. Bukan hanya fungsi tetapi juga DESAIN.
Dalam membuat produk, jasa dan layanan tidak semata berpikir tentang fungsional. Bukan lagi sekedar membuat sebuah alat yang bisa digunakan untuk mendengarkan berita dan musik bernama radio. Tapi lebih dari itu, kita perlu mendesain radio yang indah, unik dan menyentuh emosi, seperti Radio Magno. Kita perlu kapasitas untuk berpikir desain.
2. Bukan hanya argumen tetapi juga CERITA.
Jaman kita telah dibanjiri oleh berbagai informasi dan data. Tidak cukup lagi meyakinkan orang dengan menggunakan argumen. Kesadaran akan diri dan menciptakan cerita jauh lebih efektif dalam menyentuh emosi orang lain.
3. Bukan hanya fokus tetapi juga SIMPONI.
Jaman industri dan informasi menuntut kita untuk fokus dan spesialisasi pada suatu bidang. Fokus tidak cukup lagi, kita dituntut mampu memandang gambaran besar dan mensintesakan berbagai sumber daya yang ada. Tidak cukup ahli di bidang fashion, tapi juga kemampuan mensinergikan dengan potensi lokal untuk menciptakan Jember Fashion Carnival.
4. Bukan hanya logis tetapi juga EMPATI.
Dalam era setiap orang tehubungan dengan orang lain, tidak cukup logika yang melandasi hubungan tersebut. Kita dituntut mengasah empati kita untuk memahami emosi orang lain. Kemampuan untuk mendengarkan, menghargai dan merasakan apa yang dirasakan orang lain.
5. Bukan hanya keseriusan tetapi juga BERMAIN.
Jaman industri dan informasi telah menuntut kita untuk bekerja serius dari pagi sampai malam. Keseriusan melahirkan efisiensi. Tapi jaman kreatif membutuhkan ide segar dari kita yang lahir justru ketika kita dalam keadaan bermain yang santai, relaks, dan penuh humor. Perhatikan saja kantor Google yang justru menyediakan banyak arena bermain.
6. Bukan hanya akumulasi tetapi juga MAKNA.
Jaman industri dan informasi membuat orang berlomba-lomba mengakumulasikan hasil kerja atau kekayaan. Ketika kekayaan didapat, seringkali justru perasaan kosong yang lahir. Pada jaman kreatif, orang-orang akan mengimbangi dengan upaya mengejar hasrat agar lebih berarti seperti gerakan sosial yang lahirkan makna hidup dan gerakan spiritualitas.
Sumber: Profec
DIBAYAR LUNAS DENGAN SEGELAS SUSU
Suatu hari, seorang pemuda miskin, yang menjual barang dari pintu ke
pintu untuk membiayai sekolahnya, menemukan dirinya hanya memiliki uang
sepeser dan dia kelaparan. Dia akhirnya memutuskan untuk meminta makan
di rumah selanjutnya. Namun, dia kehilangan keberaniannya ketika seorang
wanita muda cantik membuka pintu rumah. Alih-alih meminta makan, pemuda
itu hanya meminta segelas air putih. Wanita itu berpikir bahwa pemuda
itu terlihat kelaparan jadi dia membawakannya segelas besar susu. Pemuda
itu meminumnya pelan-pelan, dan kemudian bertanya, “Berapa saya
berhutang kepada Anda?”
“Kamu tidak berhutang apa-apa kepada saya,” jawab wanita itu. “Ibu saya selalu mengingatkan kami untuk tidak pernah menerima bayaran atas kebaikan yang kami lakukan.”
Pemuda itu kemudian berkata.. “Kalau begitu, saya berterima kasih dari hati saya yang terdalam.”
Pemuda itu bernama Howard Kelly, dia kemudian meninggalkan rumah itu bukan hanya dengan fisik yang lebih kuat, namun juga imannya kepada Tuhan dan orang lain. Sebelumnya, dia sudah ingin menyerah dan berhenti.
Bertahun-tahun kemudian, wanita muda tadi mengalami sebuah penyakit kritis. Dokter setempat tidak mampu menanganinya. Mereka kemudian mengirimnya ke kota besar dimana ada spesialis yang dapat menangani penyakitnya yang aneh.
Dr. Howard Kelly dipanggil untuk memberikan konsultasi. Ketika dia mendengar nama kota asal wanita tersebut, sebuah Cahaya aneh memenuhi matanya. Dengan cepat ia bangun dan turun ke aula rumah sakit menuju kamar wanita itu.
Menggunakan pakaian dokternya dia mengunjungi wanita tersebut. Dr. Kelly langsung mengenali wanita itu, dia kemudian kembali ke ruang konsultasinya dan memutuskan untuk melakukan yang terbaik untuk menyelamatakan nyawanya. Mulai hari itu dia memberikan perhatian khusus kepada kasus wanita tersebut.
Setelah berjuangan selama beberapa waktu lamanya, akhirnya pertempuran dimenangkan.
Dr. Kelly kemudian meminta bagian administrasi untuk menagihkan biaya pengobatan wanita tersebut kepadanya. Dia kemudian melihat tagihan tersebut, kemudian menuliskan sesuatu di tagihan tersebut, lalu tagihan tersebut di kirim ke ruangan wanita tersebut. Wanita itu sangat takut untuk membuka tagihan itu, dia yakin membutuhkan seluruh sisa hidupnya untuk membayar biaya pengobatan itu. Akhirnya dia membuka amplop tagihan itu, dan sesuatu menarik perhatiannya di sisi tagihan itu. Dia membaca kalimat ini…
“Dibayar lunas dengan segelas susu.” – tanda tangan – Dr. Howard Kelly.
Air mata sukacita mengalir di wajah wanita tersebut, dengan bahagia dia berdoa: “Terima kasih Tuhan, karena cinta-Mu telah menyebar melalui hati dan tangan manusia.”
Setiap kemurahan hati yang kita tabur, pasti akan kita tuai. Mungkin tidak selalu seperti kisah di atas, kita tidak selalu menerima timbal balik dari orang yang kita tolong, namun percayalah bahwa Tuhan memiliki banyak cara untuk menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada Anda.
Sumber: Profec
“Kamu tidak berhutang apa-apa kepada saya,” jawab wanita itu. “Ibu saya selalu mengingatkan kami untuk tidak pernah menerima bayaran atas kebaikan yang kami lakukan.”
Pemuda itu kemudian berkata.. “Kalau begitu, saya berterima kasih dari hati saya yang terdalam.”
Pemuda itu bernama Howard Kelly, dia kemudian meninggalkan rumah itu bukan hanya dengan fisik yang lebih kuat, namun juga imannya kepada Tuhan dan orang lain. Sebelumnya, dia sudah ingin menyerah dan berhenti.
Bertahun-tahun kemudian, wanita muda tadi mengalami sebuah penyakit kritis. Dokter setempat tidak mampu menanganinya. Mereka kemudian mengirimnya ke kota besar dimana ada spesialis yang dapat menangani penyakitnya yang aneh.
Dr. Howard Kelly dipanggil untuk memberikan konsultasi. Ketika dia mendengar nama kota asal wanita tersebut, sebuah Cahaya aneh memenuhi matanya. Dengan cepat ia bangun dan turun ke aula rumah sakit menuju kamar wanita itu.
Menggunakan pakaian dokternya dia mengunjungi wanita tersebut. Dr. Kelly langsung mengenali wanita itu, dia kemudian kembali ke ruang konsultasinya dan memutuskan untuk melakukan yang terbaik untuk menyelamatakan nyawanya. Mulai hari itu dia memberikan perhatian khusus kepada kasus wanita tersebut.
Setelah berjuangan selama beberapa waktu lamanya, akhirnya pertempuran dimenangkan.
Dr. Kelly kemudian meminta bagian administrasi untuk menagihkan biaya pengobatan wanita tersebut kepadanya. Dia kemudian melihat tagihan tersebut, kemudian menuliskan sesuatu di tagihan tersebut, lalu tagihan tersebut di kirim ke ruangan wanita tersebut. Wanita itu sangat takut untuk membuka tagihan itu, dia yakin membutuhkan seluruh sisa hidupnya untuk membayar biaya pengobatan itu. Akhirnya dia membuka amplop tagihan itu, dan sesuatu menarik perhatiannya di sisi tagihan itu. Dia membaca kalimat ini…
“Dibayar lunas dengan segelas susu.” – tanda tangan – Dr. Howard Kelly.
Air mata sukacita mengalir di wajah wanita tersebut, dengan bahagia dia berdoa: “Terima kasih Tuhan, karena cinta-Mu telah menyebar melalui hati dan tangan manusia.”
Setiap kemurahan hati yang kita tabur, pasti akan kita tuai. Mungkin tidak selalu seperti kisah di atas, kita tidak selalu menerima timbal balik dari orang yang kita tolong, namun percayalah bahwa Tuhan memiliki banyak cara untuk menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada Anda.
Sumber: Profec
BEYOND EXPECTATION (Paulus Winarto)
Do a little more than you’re paid to. Give a little more than you
have to. Try a little harder than you want to. Aim a little higher than
you think possible, and give a lot of thanks to God for health, family,
and friends.
- Art Linkletter
“Selamat pagi Mr. Sanborn! Nama saya Fred dan saya adalah tukang pos Anda. Saya hanya mampir untuk memperkenalkan diri dan mengucapkan selamat datang di lingkungan ini. Saya juga ingin sedikit mengenal Anda dan apa pekerjaan Anda,” sapaan bersahabat itu mengawali hubungan antara Mark Sanborn dan Fred Shea.
Fred adalah orang berpenampilan biasa dengan tinggi dan perawakan rata-rata serta kumis tipis. Meski penampilan fisiknya tidak menandakan sesuatu yang luar biasa, ketulusan dan kehangatannya langsung menarik perhatian.
“Saya seorang pembicara profesional,” kata Mark. “Jika Anda pembicara profesional, pastinya sering bepergian,” ujar Fred. “Ya, saya bepergian antara 160 sampai 200 hari per tahun,” jawab Mark.
Sembari mengangguk, Fred melanjutkan, “Kalau begitu, jika Anda bersedia memberikan salinan jadwal Anda, saya akan mengumpulkan surat Anda dan membundelnya. Surat-surat itu hanya akan saya antarkan ketika Anda sudah sampai di rumah sehingga Anda bisa menerimanya langsung.”
Terkejut oleh tawaran yang begitu baik hati, Mark merespon, “Kan Anda bisa menaruh surat itu dalam kotak surat di samping rumah? Nanti saya tinggal mengambilnya ketika saya sudah pulang.”
Fred mengerutkan kening sambil menggelengkan kepala, “Mr. Sanborn, pencuri sering mengamati tumpukan surat di kotak surat yang menandakan pemilk rumah sedang keluar kota. Salah-salah Anda bisa menjadi korban pencurian nanti.”
Seketika itu Mark sadar, kekhawatiran Fred melebihi kekhawatirannya sendiri. “Begini saran saya Mr. Sanborn. Saya akan menaruh surat Anda di kotak surat sepanjang kotak itu masih bisa saya tutup. Dengan begitu, tidak ada yang tahu Anda sedang keluar kota. Sementara kiriman yang tidak muat di kotak surat akan saya letakkan di antara pintu kasa dan pintu depan. Tidak akan ada yang bisa melihatnya di sana. Jika tempat itu sudah terlalu sesak dengan surat, saya akan menyimpan surat-surat tersebut untuk Anda sampai Anda pulang,” tawar Fred.
Seiring perjalanan waktu, Mark juga akhirnya tahu bahwa Fred juga bersikap sama kepada pelanggan yang lain. Dalam perjalanannya mengantar surat, Fred membuang iklan yang melekat di pintu dan membereskan koran yang berceceran di trotoar. Ia bahkan memindahkan tempat sampah ke tempat yang tidak begitu terlihat. Rumah pelanggannya terlihat lebih rapi sehingga berkurang satu petunjuk bagi perampok serta orang yang berniat jahat.
Cerita sederhana tentang sikap seorang tukang pos itu dituangkan Mark Sanborn dalam bukunya The Fred Factor. Cerita tersebut seakan mengingatkan, tidak ada pekerjaan remeh jika dilakukan dengan sepenuh hati sehingga pekerjaan itu sungguh-sungguh memberikan nilai tambah positif. Bagi para pekerja seperti Fred, melayani bukanlah sebuah kewajiban atau beban, melainkan sebuah kesempatan, peluang dan kehormatan.
Dalam bukunya, Mark juga mengulas mengapa Fred melakukan semuanya itu? Ada beberapa poin penting yang dilontarkan Fred. Baginya, melayani orang lain akan memberinya kepuasan setiap hati. Prinsip “ketika Anda berbuat baik, Anda akan merasa baik” telah menjadi bagian hidupnya.
Selain itu, kata Fred, “Saya adalah kritikus terbesar bagi diri saya sendiri. Saya sering diberitahu bahwa saya itu perfeksionis. Akan tetapi, saya memiliki kebutuhan untuk berprestasi sebanyak mungkin setiap hari. Saya melakukan yang terbaik bagi orang lain yang barangkali tidak selalu tahu apa yang telah saya perbuat untuk mereka. Komitmen pribadi saya adalah melakukan yang terbaik yang saya bisa. Anggaplah setiap hari sebagai hari yang baru dan jadikan setiap hari lebih baik daripada hari kemarin. Bahkan pada hari libur, saya memiliki tujuan dan saya merasa masih perlu menyelesaikan banyak hal. Jika saya merasa telah menyia-nyiakan hari, saya tidak akan tidur nyenyak malam itu.”
Di atas semuanya itu, ada satu lagi sikap yang sangat menonjol dari Fred. “Saya tidak menganggap mereka sebagai pelanggan pos melainkan sahabat!” tuturnya. Sebuah sikap yang sederhana namun sungguh berdampak. Fred tidak pernah mencari pujian atau pengakuan. Ganjaran dan pengakuan baginya adalah hiasan di atas kue. Kuenya sendiri adalah mengerahkan kerja terbaiknya dan memberikan pelayanan. “Tidak diperlukan banyak waktu untuk membuat orang tersenyum. Dan jika saya mampu membuat seseorang dalam rute antar saya tersenyum, itulah ganjaran atau hadiah untuk saya,” ucapnya.
Saya juga kerap mengamati perilaku para supir taksi menghadapi penumpang yang membawa barang banyak. Ada yang segera turun untuk membantu menata barang-barang tersebut di bagasi. Ada juga yang hanya berdiam diri di dalam mobil setelah menekan tombol pembuka pintu bagasi yang terletak di bawah kursi supir.
Sikap mau memberi lebih sepeti ditunjukkan Fred sebenarnya dapat dilakukan siapa saja yang memang mau. Langkah yang paling sederhana dimulai dengan mengetahui job description (uraian kerja) lalu kerjakan dengan sebaik-baiknya. Jika ini kita lakukan, setidaknya akan mengurangi penilaian atau komentar negatif terhadap kinerja kita.
Langkah berikutnya adalah mencoba mencari tahu apa ekspetasi orang-orang di sekitar kita terhadap kita, kemudian berusaha untuk memenuhi atau melampaui ekspetasi tersebut. Misalnya, seorang atasan tentu berharap agar anak buahnya mampu juga memikirkan solusi dari setiap permasalahan yang diutarakan. Sebaliknya anak buah juga berharap agar atasan peduli dan mau membimbing anak buahnya agar semakin baik.
Bagaimana menurut Anda?
Artikel oleh : Paulus Winarto (Penulis Buku Maximizing Your Talent, Leadership Trainer dan Dosen).
- Art Linkletter
“Selamat pagi Mr. Sanborn! Nama saya Fred dan saya adalah tukang pos Anda. Saya hanya mampir untuk memperkenalkan diri dan mengucapkan selamat datang di lingkungan ini. Saya juga ingin sedikit mengenal Anda dan apa pekerjaan Anda,” sapaan bersahabat itu mengawali hubungan antara Mark Sanborn dan Fred Shea.
Fred adalah orang berpenampilan biasa dengan tinggi dan perawakan rata-rata serta kumis tipis. Meski penampilan fisiknya tidak menandakan sesuatu yang luar biasa, ketulusan dan kehangatannya langsung menarik perhatian.
“Saya seorang pembicara profesional,” kata Mark. “Jika Anda pembicara profesional, pastinya sering bepergian,” ujar Fred. “Ya, saya bepergian antara 160 sampai 200 hari per tahun,” jawab Mark.
Sembari mengangguk, Fred melanjutkan, “Kalau begitu, jika Anda bersedia memberikan salinan jadwal Anda, saya akan mengumpulkan surat Anda dan membundelnya. Surat-surat itu hanya akan saya antarkan ketika Anda sudah sampai di rumah sehingga Anda bisa menerimanya langsung.”
Terkejut oleh tawaran yang begitu baik hati, Mark merespon, “Kan Anda bisa menaruh surat itu dalam kotak surat di samping rumah? Nanti saya tinggal mengambilnya ketika saya sudah pulang.”
Fred mengerutkan kening sambil menggelengkan kepala, “Mr. Sanborn, pencuri sering mengamati tumpukan surat di kotak surat yang menandakan pemilk rumah sedang keluar kota. Salah-salah Anda bisa menjadi korban pencurian nanti.”
Seketika itu Mark sadar, kekhawatiran Fred melebihi kekhawatirannya sendiri. “Begini saran saya Mr. Sanborn. Saya akan menaruh surat Anda di kotak surat sepanjang kotak itu masih bisa saya tutup. Dengan begitu, tidak ada yang tahu Anda sedang keluar kota. Sementara kiriman yang tidak muat di kotak surat akan saya letakkan di antara pintu kasa dan pintu depan. Tidak akan ada yang bisa melihatnya di sana. Jika tempat itu sudah terlalu sesak dengan surat, saya akan menyimpan surat-surat tersebut untuk Anda sampai Anda pulang,” tawar Fred.
Seiring perjalanan waktu, Mark juga akhirnya tahu bahwa Fred juga bersikap sama kepada pelanggan yang lain. Dalam perjalanannya mengantar surat, Fred membuang iklan yang melekat di pintu dan membereskan koran yang berceceran di trotoar. Ia bahkan memindahkan tempat sampah ke tempat yang tidak begitu terlihat. Rumah pelanggannya terlihat lebih rapi sehingga berkurang satu petunjuk bagi perampok serta orang yang berniat jahat.
Cerita sederhana tentang sikap seorang tukang pos itu dituangkan Mark Sanborn dalam bukunya The Fred Factor. Cerita tersebut seakan mengingatkan, tidak ada pekerjaan remeh jika dilakukan dengan sepenuh hati sehingga pekerjaan itu sungguh-sungguh memberikan nilai tambah positif. Bagi para pekerja seperti Fred, melayani bukanlah sebuah kewajiban atau beban, melainkan sebuah kesempatan, peluang dan kehormatan.
Dalam bukunya, Mark juga mengulas mengapa Fred melakukan semuanya itu? Ada beberapa poin penting yang dilontarkan Fred. Baginya, melayani orang lain akan memberinya kepuasan setiap hati. Prinsip “ketika Anda berbuat baik, Anda akan merasa baik” telah menjadi bagian hidupnya.
Selain itu, kata Fred, “Saya adalah kritikus terbesar bagi diri saya sendiri. Saya sering diberitahu bahwa saya itu perfeksionis. Akan tetapi, saya memiliki kebutuhan untuk berprestasi sebanyak mungkin setiap hari. Saya melakukan yang terbaik bagi orang lain yang barangkali tidak selalu tahu apa yang telah saya perbuat untuk mereka. Komitmen pribadi saya adalah melakukan yang terbaik yang saya bisa. Anggaplah setiap hari sebagai hari yang baru dan jadikan setiap hari lebih baik daripada hari kemarin. Bahkan pada hari libur, saya memiliki tujuan dan saya merasa masih perlu menyelesaikan banyak hal. Jika saya merasa telah menyia-nyiakan hari, saya tidak akan tidur nyenyak malam itu.”
Di atas semuanya itu, ada satu lagi sikap yang sangat menonjol dari Fred. “Saya tidak menganggap mereka sebagai pelanggan pos melainkan sahabat!” tuturnya. Sebuah sikap yang sederhana namun sungguh berdampak. Fred tidak pernah mencari pujian atau pengakuan. Ganjaran dan pengakuan baginya adalah hiasan di atas kue. Kuenya sendiri adalah mengerahkan kerja terbaiknya dan memberikan pelayanan. “Tidak diperlukan banyak waktu untuk membuat orang tersenyum. Dan jika saya mampu membuat seseorang dalam rute antar saya tersenyum, itulah ganjaran atau hadiah untuk saya,” ucapnya.
Memberi Lebih
Setiap hari, di mana pun kita berada kita bisa dengan cepat menilai orang-orang yang memberikan nilai tambah. Suatu kali, saya pernah berkunjung ke sebuah pabrik. Beberapa sebelum bel jam pulang kerja berbunyi, para karyawan telah berbaris rapi di pintu keluar. Hanya sebagian kecil yang masih berkutat dengan pekerjaannya seakan hendak berkata bahwa menyelesaikan pekerjaan dengan baik lebih penting daripada pulang tepat waktu.Saya juga kerap mengamati perilaku para supir taksi menghadapi penumpang yang membawa barang banyak. Ada yang segera turun untuk membantu menata barang-barang tersebut di bagasi. Ada juga yang hanya berdiam diri di dalam mobil setelah menekan tombol pembuka pintu bagasi yang terletak di bawah kursi supir.
Sikap mau memberi lebih sepeti ditunjukkan Fred sebenarnya dapat dilakukan siapa saja yang memang mau. Langkah yang paling sederhana dimulai dengan mengetahui job description (uraian kerja) lalu kerjakan dengan sebaik-baiknya. Jika ini kita lakukan, setidaknya akan mengurangi penilaian atau komentar negatif terhadap kinerja kita.
Langkah berikutnya adalah mencoba mencari tahu apa ekspetasi orang-orang di sekitar kita terhadap kita, kemudian berusaha untuk memenuhi atau melampaui ekspetasi tersebut. Misalnya, seorang atasan tentu berharap agar anak buahnya mampu juga memikirkan solusi dari setiap permasalahan yang diutarakan. Sebaliknya anak buah juga berharap agar atasan peduli dan mau membimbing anak buahnya agar semakin baik.
Bagaimana menurut Anda?
Artikel oleh : Paulus Winarto (Penulis Buku Maximizing Your Talent, Leadership Trainer dan Dosen).
Artikel motivasi
1 BEYOND EXPECTATION (Paulus Winarto)
2 DIBAYAR LUNAS DENGAN SEGELAS SUSU
3 6 KAPASITAS KREATIF
4 KEHILANGAN KOIN TUA (Haryanto Kandani)
5 BUANGLAH 5 FAKTOR PENGHAMBAT KARIR ANDA! (Dadang Kadarusman)
6 KACA JENDELA YANG KOTOR (Andrew Ho)
7 TIPS INSTAN MENGELOLA PIKIRAN & PERASAAN #6 (Putera Lengkong)
Dikutip Dari :http://motivatorindonesia.com
2 DIBAYAR LUNAS DENGAN SEGELAS SUSU
3 6 KAPASITAS KREATIF
4 KEHILANGAN KOIN TUA (Haryanto Kandani)
5 BUANGLAH 5 FAKTOR PENGHAMBAT KARIR ANDA! (Dadang Kadarusman)
6 KACA JENDELA YANG KOTOR (Andrew Ho)
7 TIPS INSTAN MENGELOLA PIKIRAN & PERASAAN #6 (Putera Lengkong)
Dikutip Dari :http://motivatorindonesia.com
Monday, 7 May 2012
Pengertian CSS
Cascading
Style Sheets (CSS) adalah sebuah style sheet bahasa yang
digunakan untuk menggambarkan semantik
presentasi (tampilan dan format) dari dokumen yang ditulis dalam
bahasa markup. Penerapannya paling umum adalah untuk halaman web gaya ditulis dalam HTML dan XHTML, tetapi bahasa juga dapat diterapkan untuk semua jenis dokumen XML, termasuk polos XML, SVG dan XUL.
CSS dirancang terutama untuk memungkinkan pemisahan konten dokumen (yang ditulis dalam HTML atau bahasa markup yang mirip) dari penampilan dokumen, termasuk unsur-unsur seperti tata letak, warna, dan font. [1] Pemisahan ini dapat meningkatkan aksesibilitas isi, memberikan lebih banyak fleksibilitas dan kontrol dalam spesifikasi karakteristik presentasi, memungkinkan beberapa halaman untuk berbagi format, dan mengurangi kompleksitas dan pengulangan dalam konten struktural (seperti dengan memungkinkan untuk desain web Tableless). CSS juga dapat memungkinkan halaman markup yang sama yang akan disajikan dalam gaya yang berbeda untuk metode rendering yang berbeda, seperti di layar, di cetak, dengan suara (ketika dibacakan oleh browser pidato-based atau pembaca layar) dan Braille berbasis, taktil perangkat. Hal ini juga dapat digunakan untuk memungkinkan halaman web untuk menampilkan secara berbeda tergantung pada ukuran layar atau perangkat yang sedang dilihat. Sementara penulis dokumen biasanya menghubungkan bahwa dokumen ke style sheet CSS, pembaca dapat menggunakan style sheet yang berbeda, mungkin satu di komputer mereka sendiri, untuk menimpa salah satu penulis telah ditentukan.
CSS menetapkan skema prioritas untuk menentukan aturan gaya berlaku jika sesuai aturan lebih dari satu melawan elemen tertentu. Dalam apa yang disebut kaskade, prioritas atau bobot dihitung dan ditugaskan untuk peraturan, sehingga hasilnya dapat diprediksi.
Spesifikasi CSS diselenggarakan oleh World Wide Web Consortium (W3C). Jenis media internet (tipe MIME) text / css terdaftar untuk digunakan dengan CSS oleh RFC 2318 (Maret 1998).
CSS dirancang terutama untuk memungkinkan pemisahan konten dokumen (yang ditulis dalam HTML atau bahasa markup yang mirip) dari penampilan dokumen, termasuk unsur-unsur seperti tata letak, warna, dan font. [1] Pemisahan ini dapat meningkatkan aksesibilitas isi, memberikan lebih banyak fleksibilitas dan kontrol dalam spesifikasi karakteristik presentasi, memungkinkan beberapa halaman untuk berbagi format, dan mengurangi kompleksitas dan pengulangan dalam konten struktural (seperti dengan memungkinkan untuk desain web Tableless). CSS juga dapat memungkinkan halaman markup yang sama yang akan disajikan dalam gaya yang berbeda untuk metode rendering yang berbeda, seperti di layar, di cetak, dengan suara (ketika dibacakan oleh browser pidato-based atau pembaca layar) dan Braille berbasis, taktil perangkat. Hal ini juga dapat digunakan untuk memungkinkan halaman web untuk menampilkan secara berbeda tergantung pada ukuran layar atau perangkat yang sedang dilihat. Sementara penulis dokumen biasanya menghubungkan bahwa dokumen ke style sheet CSS, pembaca dapat menggunakan style sheet yang berbeda, mungkin satu di komputer mereka sendiri, untuk menimpa salah satu penulis telah ditentukan.
CSS menetapkan skema prioritas untuk menentukan aturan gaya berlaku jika sesuai aturan lebih dari satu melawan elemen tertentu. Dalam apa yang disebut kaskade, prioritas atau bobot dihitung dan ditugaskan untuk peraturan, sehingga hasilnya dapat diprediksi.
Spesifikasi CSS diselenggarakan oleh World Wide Web Consortium (W3C). Jenis media internet (tipe MIME) text / css terdaftar untuk digunakan dengan CSS oleh RFC 2318 (Maret 1998).
dikutip dari wordpress.com
Subscribe to:
Posts (Atom)