FUNGSI HADIST DALAM ISLAM
Oleh Aminudin dan
Pendahuluan
Dalam
agama islam sumber hukum kedua setelah alquran yaitu hadist, dimana hadist pada
pokoknya untuk memperjelas ayat-ayat alquran.
Sehingga
kita diwajibkan untuk memahami hadist sebagai rujukan hukum ke dua
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka
bumi untuk berperan sebagai seorang hamba sekaligus Khalifah. Yang dimaksud
“khalifah” adalah seorang pemimpin, dimana tugasnya adalah melestraikan,
memelihara, dan mengelola alam demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Dan agar
tugas tersebut dapat terwujud dengan baik, Allah SWT memberikan petunjuk berupa
Al-Quran dan Al Hadist untuk dijadikan pedoman hidup. (Baca juga: Fungsi
Al-Quran dalam Kehidupan Sehari-hari dan Fungsi Al-Quran Bagi Umat Islam)
Jika Al-Quran adalah sumber hukum islam
pertama, maka hadist merupakan sumber kedua setelah Al quran. Kedua terkait
secara erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keberadaan hadist bagi
umat muslim memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai pemerjelas isi Al
Quran. Misal, tentang ajaran solat. Di dalam Alquran, Allah SWT hanya
menuliskan perintah untuk solat. Sedangkan tata cara pelaksanaannya dijelaskan
secara rinci dalam hadist nabi. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk
mengetahui fungsi hadist dalam islam. (Baca juga: Fungsi Hadist Dalam Islam dan
Sumber Pokok Ajaran Islam Menurut Dalil Al-Quran dan Hadist)
Definisi Hadist
Hadits (الحديث
) secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda), percakapan, atau
perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan
yang bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang
dijadikan landasan syariat islam. (Baca juga:
Cara Tidur Rasulullah dan Manfaatnya, 16 Cara Makan Rasulullah Sesuai
Sunnah Rasul, 13 Tips Puasa Ramadhan Ala Rasulullah, Cara Mandi Dalam Islam
Sesuai Sunnah Rasulullah)
Kalangan ulama memiliki perbedaan pendapat
terkait makna hadist.
Menurut para ahli hadist
Hadist merupakan segala perkataan (sabda),
perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang
disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.
Menurut ahli ushul fiqh (ushuliyyun)
Hadist adalah segala perkataan, perbuatan,
dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan
dengan hukum-hukum islam.
Menurut jumhur ulama
Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist
adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.
Secara garis beras, hadist mempunyai makna
segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad
SAW yang dijadikan hukum syariat islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali
ulama-ulama ahlul hadits. Namun yang paling terkemuka ada 7 orang, diantaranya
adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud,
Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.
Fungsi Hadist Dalam Ajaran Islam
Pada dasarnya, hadist memiliki fungsi
utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain
yang ada di al Quran. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk
mengikuti perintah yang ada hadist-hadist shahih. Dengan berpegang teguh kepada
Al Quran dan Al hadist, niscaya hidup kita dijamin tidak akan tersesat. Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ
وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua
perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab
Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim,
al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di
dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Hadist memiliki peranan penting dalam
menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di dalam Al-Quran. Secara lebih
rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah sebagai berikut:
Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al
Quran)
Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir
berarti memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagai contoh hadist yang diriwayatkan
oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima
shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu
Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat
Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
يَااَيُّهَاالَّذِ
يْنَ اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِ
يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى
الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
(QS.Al-Maidah:6)
Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir
berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi al quran yang masih
bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada
ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At tafsir
adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.
أَتَى
بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang
membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan
tangan”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah
ayat 38:
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ
اللهِ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)
Dalam AlQuran, Allah memerintahkan hukuman
bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum,
kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan
tangan.
Bayan at-Tasyri’ (memberi kepastian hukum
islam yang tidak ada di Al Quran)
Hadist sebagai bayan At tasyri’ ialah
sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan
dalam Al-Quran. Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja. Sebagaimana
contohnya hadist mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
اِنَّ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الفِطْرِ مِنْ
رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًا مِنْ تَمَرٍاَوْ صَا عًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى
كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah
kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap
orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).
Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
Secara etimologi, An-Nasakh memiliki
banyak arti diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil
(memindahkan), atau ijalah (menghilangkan). Para ulama mendefinisikan Bayan
An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan
yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan
lingkungannya dan lebih luas. Salah satu contohnya yakni:
لاَوَصِيَّةَ
لِوَارِثٍ
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah
ayat 180:
كُتِبَ
عَلَيْكُمْ اِذَاحَضَرَ اَحَدَ كُمْ المَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرَالوَصِيَّةُ
لِلْوَالِدَ يْنِ وَاْلأَ قْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى المُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang
diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh
ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan
Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits
ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa
harus matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat
hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh
bukanlah fungsi hadist.
Kedudukan Hadist
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas,
hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum islam kedua. Di dalam Al Quran
juga telah dijelaskan berulang kali perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah
SAW, sebagaimana yang terangkum firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا
أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.”(QS.An-Nisa: 80)
Selain itu, Allah SWT menekankan kembali
dalam surat Al-Asyr ayat 7:
…..…وَمَااَتَاكُمْ الرَّسُوْلُ
فَخُذُوْهُ وَمَانَهَا كُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا……
“Apa yang diperintahkan Rasul, maka
laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7)
Demikianlah ulasan mengenai fungsi hadist
dalam islam. Semoga kita bisa menjadi hamba yang taat kepada Al Quran dan
Al-Hadist. Di samping itu, kita juga perlu jeli dalam membedakan antara hadist
yang shahih, dho’if, dan hadist palsu.
No comments:
Post a Comment